MAKALAH
SPII
Teuku umar
Oleh :
Aris
Muttaqin
4715111554
Kelas
4A
Jurusan Ilmu Agama Islam
Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Jakarta
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Sudah banyak penulis asing yang mencurahkan
perhatian pada perjuangan Teuku Umar. Semuanya memberi kesan bahwa tokoh
tersebut bukan sembarang orang. Nama tokoh sejarah ini tidak akan hilang sampai
sepanjang zaman. Tidak satu pun buku asing yang membicarakan sejarah Indonesia
yang tidak menyinggung perannya. Dan tidak sedikit perwira militer Belanda yang
mengarang buku tentang saat mereka bertugas di Aceh yang tidak menulis tentang
dia.
Aceh sebagai provinsi yang terletak di ujung paling
barat Indonesia telah banyak melahirkan pejuang yang tak segan mengorbankan
nyawanya demi memperjuangkan kemerdekaan. Salah satunya adalah Teuku Umar.
Suami dari Cut Nyak Dien ini berasal dari keluarga keturunan Minangkabau yang
merantau ke Aceh pada akhir abad ke-17. Ia lahir di Meulaboh, Aceh pada tahun
1854. Ia adalah anak dari Teuku Mahmud. Sementara ibunya adalah adik raja
Meulaboh.
Orang-orang Belanda dari generasi terdahulu pada
umumnya melihat Teuku Umar sebagai seorang “penjahat”, “penipu”, “bajingan”,
entah apa lagi, karena mereka memakai kaca mata yang harus sesuai dengan selera
mereka. Snouck Hurgronje yang benar-benar mengenal Aceh, seorang Belanda yang
mempunyai pendirian harus tidak pernah percaya kepada satu pun orang Aceh,
tatkala diminta pendapatnya mengenai apakah baik menerima uluran tangan Teuku
Umar untuk memihak kepada Belanda, berkata: “Bila Umar mengulurkan tangannya
terimalah, tapi pegang kuat-kuat tangan itu, gunakan Umar dimana bisa
digunakan, tapi jangan percaya padanya”. Snouck Hurgronje ini juga memandang
bahwa musuh utama Belanda pada saat itu yang harus dibasmi adalah mengakhiri
kekuasaan ulama, dan memerangi mereka dengan keras.
1
Snouck Hurgronje bukan tidak memahami pengertian
jihad yang sudah dikumandangkan ke seluruh wilayah Aceh pada saat itu, bahkan
komunitas Aceh yang bermukim di tanah suci Mekkah khusus mengumpulkan dana
untuk membiayai 10 orang ulama membaca
doa, ialah membaca Hadits Shahih Bukhari selama 10 bulan agar diperoleh ridha
Allah bagi kemenangan kaum muslimin Aceh.[1]
Snouck Hurgronje memberi nasihat pada pemeritahannya
supaya mengambil dua sikap sekaligus yang saling bertentangan. Pengertian
sebenarnya dari nasihatnya itu tidak lain supaya orang menipu dirinya sendiri:
Jangan percaya dia, tapi pakailah dia. Paul van’t Veer, seorang wartawan
Belanda dari generasi sekarang, sebagaimana dengan Zentgraaff, yang menumpahkan
perhatian kepada sejarah Aceh. Belum berapa lama silam dia berhasil
menyelesaikan bukunya berjudul De Atjeh
Oorlong, setebal 320 halaman.[2]
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang tokoh yang akan di bahas
di atas, maka rumusan permasalahannya adalah:
1. Siapakah
seorang Teuku Umar yang kita kenal sebagai orang Aceh ini?
2. Apakah
motif Teuku Umar dalam melawan Belanda?
3. Adakah
peran ulama-ulama atau tokoh lain di Aceh yang membuat Teuku Umar semangat
untuk berperang melawan Belanda?
4. Pergerakan
apa yang telah ia lakukan untuk masyarakat Aceh?
5. Apa
pengaruh yang diberikan oleh Teuku Umar untuk Aceh?
6. Mengapa
Teuku Umar begitu dimusuhi oleh Belanda?
2
C. Tujuan
dan Manfaat Penulisan
Adapun tujuan dari
penulisan ini:
-
Untuk mengetahui peran dan pengaruh
Teuku Umar di Aceh.
-
Untuk memberikan informasi bahwa Teuku
Umar ini merupakan seorang tokoh yang berpengaruh di Aceh.
-
Untuk memahami pemikiran-pemikiran Teuku
Umar dalam pergerakannya di wilayah Aceh.
-
Menjelaskan sedikit tentang riwayat
perang di Aceh.
Dan
manfaat dari penulisan ini adalah:
-
Mengetahui pergerakan apa saja yang
telah dilakukan oleh Teuku Umar.
-
Mengambil pelajaran dari apa yang
dilakukan Teuku Umar untuk bangsa Indonesia, khususnya di wilayah Aceh.
-
Mengetahui tentang awal dari peperangan
dan perlawanan rakyat Aceh dalam memerangi Belanda.
-
Menjadikan kita lebih mengetahui tentang
peran ulama-ulama Aceh pada waktu itu dan seberapa besar pengaruhnya terhadap
perjuangan rakyat Aceh dalam melawan Belanda.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi
Teuku Umar
Aceh merupakan salah satu wilayah yang
memiliki peran sangat besar terhadap perjuangan dan kemerdekaan bangsa
Indonesia dari tangan penjajah. Di tanah ini, banyak muncul pahlawan-pahlawan
nasional yang sangat berjasa, tidak hanya untuk rakyat Aceh saja tapi juga
untuk rakyat Indonesia pada umumnya. Salah satu pahlawan tersebut adalah Teuku
Umar. Ia dilahirkan di Meulaboh, Aceh Barat, Indonesia pada tahun 1854 (tanggal
dan bulannya tidak tercatat). Ia merupakan putra dari Ahmad Mahmud dan ibunya
adalah adik dari raja Meulaboh. Ia merupakan salah seorang pahlawan nasional
yang pernah memimpin perang gerilya di Aceh sejak tahun 1873 hingga tahun 1899.[3]
Nenek moyang Umar berasal dari keturunan
Minangkabau yaitu Datuk Nachudum Sakti. Salah seorang keturunan Datuk Nachudum
Sakti pernah berjasa terhadap Sultan Aceh, yang pada waktu itu terancam oleh
seorang Panglima Sagi yang ingin merebut kekuasaannya. Berkat jasa Panglima
keturunan Minangkabau ini Sultan Aceh terhindar dari bahaya. Berkat jasanya
tersebut, orang itu kemudian diangkat menjadi Uleebalang 6 Mukim dengan gelar
Teuku Nan Ranceh, yang kemudian mempunyai dua orang putra yaitu Nanta Setia dan
Ahmad Mahmud. Sepeninggal Teuku Nan Ranceh, Nanta Setia menggantikan kedudukan
ayahnya sebagai Uleebalang 6 Mukim. Ia mempunyai anak perempuan bernama Cut
Nyak Dhien. Ahmad Mahmud kawin dengan adik perempuan raja Meulaboh. Dalam
perkawinan itu ia memperoleh dua orang anak perempuan dan empat anak laki-laki.
Dari keempat anak laki-lakinya, salah satu bernama Teuku Umar.
4
Jadi Umar dan Cut Nyak Dhien merupakan
saudara sepupu dan dalam tubuh mereka mengalir darah Minangkabau, darah seorang
Datuk yang merantau ke Aceh dan memasyhurkan namanya.
Ketika
masih kecil, Umar merupakan anak yang sangat nakal, tetapi juga sangat cerdas.
Sebagai anak nakal, ia suka berkelahi dengan teman-teman sepermainannya. Dalam
perkelahian, ia juga sering dikeroyok, tetapi ia tidak takut. Berkat keberanian
dan keunggulan di antara teman-temannya, Umar pernah diangkat sebagai Kepala
Kelompok anak-anak di kampungnya. Dengan adanya penghargaan itu, maka Umar
semakin disegani dan ditakuti oleh kawan dan lawannya bermain. Ia juga memiliki
sifat yang keras dan pantang menyerah dalam menghadapi segala persoalan. Teuku
Umar tidak pernah mendapatkan pendidikan formal. Meski demikian, ia mampu
menjadi seorang pemimpin yang kuat, cerdas, dan pemberani.[4]
Setelah berumur 10 tahun, ia memisahkan diri dari kehidupan orang tuanya,
mengembara di rimba Aceh dan bertualang dari daerah satu ke daerah lain sambil
mencari pengalaman hidup dan berguru. Setelah menginjak masa remaja, sifat Umar
mulai berubah. la pandai dan gemar bergaul dengan rakyat tanpa membedakan
kedudukan orang itu dalam masyarakat.
Jiwa
kerakyatan telah timbul dan ia mempunyai cita-cita dan rasa kemerdekaan yang
meresap sampai ke tulang sumsumnya. Ketika Perang Aceh meletus pada tahun 1873,
Teuku Umar ikut serta berjuang bersama pejuang-pejuang Aceh lainnya, padahal
Teuku Umar baru berumur 19 tahun. [5] la
belum ikut pada perang ini, karena umurnya masih sangat muda dan jiwanya belum
mantap, kendatipun waktu itu la sudah diangkat menjadi Keuchik (kepala desa) di daerah Daya Meulaboh.
Pernikahan
Teuku Umar tidak sekali dilakukan. Ketika berumur 20 tahun, Umar menikah dengan
Nyak Sopiah, anak Uleebalang Glumpang. la semakin dihormati dan
5
disegani karena mempunyai sifat yang keras dan
pantang menyerah dalam menyelesaikan setiap persoalan hidup. Untuk lebih
menaikkan derajatnya, Umar menikah lagi dengan Cut Nyak Malighai seorang putri
dari Panglima Sagi XXV Mukim.[6] Sejak
saat itu Umar memakai gelar Teuku dan bercita-cita untuk membebaskan daerahnya
dari kekuasaan Belanda. Dari pernikahan ini, Teuku Umar dikaruniai dua orang
anak yaitu Teuku Raja Sulaiman dan Cut Mariyam.
Teuku
Raja Sulaiman punya keturunan juga diberi nama Teuku Umar yang merupakan orang
tua Teuku Usman Basyah yang sekarang menjabat Asisten I Setdakab Aceh Barat.
Cut Mariyam bersuamikan Teuku Ali Baet. Namun, sumber Belanda yang ditulis
dalam buku Helden Seire, Ded VIII yang berjudul Teukoe Oema yang diterbitkan
oleh Populaire Witgave Van Heet Atjechsch Leger Meseum 1940 menyatakan bahwa
dengan Cut Meuligoe ini, Umar memiliki tidak hanya dua anak tetapi lebih
yaitu Teuku Sapeh, Teuku Raja Sulaiman, Cut Mariyam, Cut Sjak, Cut Teungoh dan
Teuku Bidin
Pada tahun
1880, Teuku Umar menikahi janda Cut Nyak Dien, puteri pamannya. Sebenarnya Cut
Nyak Dien sudah mempunyai suami (Teuku Ibrahim Lamnga) tapi telah meninggal
dunia pada Juni 1978 dalam peperangan melawan Belanda di Gle Tarun. Setelah
itu, Cut Nyak Dien bertemu dan jatuh cinta dengan Teuku Umar. Keduanya kemudian
berjuang bersama melancarkan serangan terhadap pos-pos Belanda di Krueng.[7]
Hasil Pernikahannya dengan Cut Nyak Dien, Teuku Umar memiliki anak perempuan
yang bernama Tjut Gambang. Tjut Gambang menjadi istri Teungku Majet di Tiro dan
anak laki-laki, Teuku Raja Batak yang meninggal di Beutong, Pante Ceureumen
dalam pertempuran yang sudah dipimpin Cut Nyak Dhien, namun ada sumber lainnya
yang mengatakan bahwa Teuku Raja Batak ini adalah kemenakan dari Cut Nyak Dien.
Menurut sejarah, Cut Nyak Dien merupakan
6
istri yang paling mempengaruhi kehidupan Teuku Umar.
Pengaruh isterinya, Cut Nya’ Din yang tebal imannya tentulah besar sekali atas
dirinya. Wanita itulah yang menggosoknya supaya “berkhianat” pada tahun 1896
ketika dia masih bergelar Johan Pahlawan, bekerja pada Belanda.[8]
B.
Pendidikan dan Guru Teuku Umar
Teuku Umar tidak pernah mengenyam
pendidikan sekolah (formal) seperti pemimpin-pemimpin lainnya. Di masa
kecilnya, ia tak pernah mendapat pendidikan yang teratur. Oleh karena itu,
sejak kecil ia sudah terbiasa hidup bebas. Layaknya seorang anak laki-laki pada
umumnya, Umar suka berkelahi dan memiliki kemauan yang sukar ditundukkan. Sejak
usianya masih muda belia, yaitu pada umur 10 tahun ia sudah hidup berkelana.[9] Tetapi
dia dapat menjadi seorang pemimpin yang cakap, disiplin dan mempunyai kemauan
yang keras. Pengetahuannya diperoleh dari pengalaman hidup yang diperoleh dari
pengembaraannya dari daerah satu ke daerah lain dan berguru pada orang-orang
yang dianggapnya cakap. Di samping memiliki bakat memimpin, dan mempunyai otak
yang cerdas, pengetahuan yang dimiliki ia peroleh dari petualangannya.
Untuk mencapai cita-cita membebaskan Aceh
dari cengkraman bangsa asing (Belanda), Aceh harus mempunyai tentara yang kuat
dan terlatih. Berkat ketekunan dan kewibawaan serta kecakapannya, akhirnya Umar
berhasil membentuk pasukan. Orang-orang yang berani dan tangkas oleh Umar
dilatih dan direkrut menjadi pasukan yang siap tempur. Meletusnya perang Aceh
dengan Belanda pada tahun 1873 membuat hatinya terpanggil untuk ikut membantu
perjuangan pejuang-pejuang Aceh lainnya. Padahal usianya kala itu baru genap 19
tahun. Dalam berjuang, ia mempunyai cara sendiri yang terkadang tak dapat dipahami
oleh pejuang-pejuang lain.[10]
7
C. Perjuangan
Teuku Umar
Awalnya, perjuangan dilakukan dengan mempertahankan kampung halamannya
sendiri dari Belanda. Namun dalam perkembangannya, meluas hingga daerah
Meulaboh. Karena keberaniannya itu, ia kemudian diangkat menjadi kepala
kampung. Ia juga didukung oleh teman-teman seperjuangan yang tak kalah
beraninya.
Perjuangan mereka memerangi
Belanda (kafir) adalah kelanjutan dari satu rangkaian perang Aceh yang dimulai
dari April 1873 ketika Belanda melakukan agresi pertama ke Aceh, namun dapat
dipukul mundur oleh rakyat Aceh. Selanjutnya Belanda terus melakukan agresi,
sampai berhasil menguasai istana Aceh (31 Januari 1874). Sejak Aceh diduduki
Belanda ini lah, semangat perang sabil (jihad fi sabilillah) dikumandangkan
oleh ulama Aceh di mesanah-mesanah (pesantren) dan masjid-masjid. Adalah
Teungku Chik Pante Kulo tokoh pertama yang menuliskan HIKAYAT PERANG SABIL atas
permintaan Tengku Chik di Tiro (Panglima Perang Sabil) untuk menyemangati
rakyat dalam perang melawan kafir Belanda.[11]
Gagasan menciptakan hikayat yang
dapat menaikkan semangat perlawanan rakyat ini mungkin sekali berpedoman pada
kegiatan perang di zaman Rasulullah. Para penyair lisan menciptakan sajak-sajak
heroic untuk maksud tersebut. Rasulullah memandang sajak-sajak itu lebih
berbahaya daripada pedang atau panah bagi kaum kafir. Kini (pada masa itu)
Tengku Chik di Tiro memanfaatkan genre hikayat untuk maksud yang sama, ialah
untuk menggerakkan semangat perlawanan rakyat.[12]
Pada saat Van Swieten memproklamirkan kemenangan karena dengan menduduki
Keranton dan menguasai sebagian kecil Aceh Besar, dikiranya seluruh wilayah
Aceh
8
akan menyerah.
Ternyata perlawanan rakyat makin meningkat, ulama yang kebanyakan pemimpin dayah (pesantren) ikut berpartisipasi
bersama santri-santri mereka.
Kesumat permusuhan itu dipertegas lagi oleh surat pernyataan Tuanku
Hasyim Bangta Muda, Mangkubumi Kerajaan Aceh, bersama para pemimpin Sagi di
Aceh Besar. Surat tersebut ditulis pada 18 April 1874 ditujukan kepada Teuku
Imam Chik Lotan, raja Geudong, Pasai. Inti terpenting dari pernyataan tersebut
ialah tekad dan semangat untuk melawan serta bertahan, walau negeri Aceh
tinggal sebesar ‘nyiru’ (alat penampi beras) saja lagi. Disini terungkap pula
keterlibatan seuruh ulama dan dayah yang mereka pimpin beserta
santri-santrinya. Perang mempertahankan agama islam, syari’at Muhammad menjadi
fardhu ‘ain bagi setiap umat Islam karena negeri dikuasai kafir. Tekad untuk
bertahan dibuktikan dalam perang yang berkelanjutan sampai menjelang datangnya
pasukan pendudukan Jepang ke Indonesia.[13]
Semangat inilah yang juga membuat seorang Teuku Umar berani berperang melawan
Belanda dan mengusir penjajahan Belanda yang dia mulai berawal dari kampong
halamannya.
. Pada tahun 1878, Belanda berhasil menguasai Kampung Darat yang pada
waktu itu dijadikan Teuku Umar beserta pasukannya sebagai markas kediaman
mereka. Ia pun mundur ke daerah Aceh Besar sambil menyusun kekuatan dan
melancarkan perang gerilya.[14]
Di bulan Agustus 1883, Teuku Umar kemudian mencari strategi bagaimana dirinya
dapat memperoleh senjata dari pihak musuh (Belanda). Akhirnya, Teuku Umar
berpura-pura tunduk pada Belanda dengan menyatakan sumpah setia kepada Gubernur
yang merangkap sebagai panglima Belanda di Aceh. Istrinya, Cut
9
Nyak Dien
pernah sempat bingung, malu, dan marah atas keputusan suaminya itu. Gubernur
Van Teijn pada saat itu juga bermaksud memanfaatkan Teuku Umar sebagai cara
untuk merebut hati rakyat Aceh. Dengan sumpahnya itu, dia pun diterima dalam
dinas militer Belanda dan dianugerahi gelar Teuku Johan Pahlawan. Tapi
perdamaian itu tak berlangsung lama. Perseteruan kembali terjadi setahun
kemudian pada tahun 1884.
Pada tahun 1884, sebuah kapal
dagang Inggris, Nissero, terdampar di pantai Teunom. Raja Teunom kemudian
mengambil tindakan dengan menawan semua awaknya serta menyita isi kapal.
Mengetahui hal tersebut, Pemerintah Inggris mendesak Pemerintah Belanda agar
membebaskan para awak kapal yang ditawan Raja Teunom. Pemerintah kolonial
Belanda pun mengirimkan Teuku Umar ke Teunom dengan 32 orang tentara untuk
menumpas pasukan Raja Teunom dan menyita kapal Inggris. Namun di tengah
perjalanan pulang, seluruh tentara itu dibunuh dan senjatanya dirampas.
Peristiwa Nisero ini termasuk di antara yang paling menarik dalam sejarah
konflik Aceh-Belanda. Liku-likunya membuat kasus ini tidak sekedar antara
kampong Teunom dengan Belanda saja, melainkan suatu peristiwa internasional. Ia
menjadi topik hari-hari baik dalam pers maupun di parlemen Belanda dan Inggris
sejak Nisero kandas (November 1883) sampai berlayar kembali pada 10 September
tahun berikutnya.[15]
Dalam sejarah perjuangannya, Teuku Umar juga pernah menyerang kapal Hok Canton
dan menawan anak buah kapal tersebut. Belanda pun terpaksa bekerja sama dengan
membayar uang tebusan untuk membebaskan para tawanan. Sejak peristiwa Hok
Canton, gengsi Teuku Umar semakin naik. Dia di takuti oleh Belanda, lebih-lebih
sesudah terdengar dia sudah berada di Aceh Besar. Mungkin saja karena fakta-
10
fakta yang
sudah terbukti itu, pihak Belanda sendiri pun turut mengakui kesatriaannya.
Seorang Mayor Belanda, L.W.A. Kessier, tanpa ragu-ragu menilai Teuku Umar
dengan menyatakan : bahwa dia seorang “intellegente
en zeer beschaafde Atjeher” (“Orang Aceh yang cerdas dan paling sopan”).[16]
Pada tahun 1893 Teuku Umar kembali berdamai dengan Belanda. Ia kemudian
diizinkan untuk membentuk sebuah legiun berkekuatan 250 orang yang diberi
persenjataan lengkap. Mereka bertugas untuk mengamankan daerah Aceh Besar dan
sekitarnya dari gangguan para pejuang. Dengan kekuatan tersebut, ia mulai
memerangi pejuang-pejuang Aceh yang belum menyerah kepada Belanda. Tetapi
lagi-lagi perang itu hanya perang pura-pura yang sengaja dilakukan Umar sebagai
bagian dari strateginya dalam melakukan perlawanan terhadap Belanda. Saat
bergabung dengan Belanda, Teuu Umar sebenarnya pernah menundukkan pos-pos
pertahanan Aceh. Peperangan tersebut dilakukan Teuku Umar untuk menambah 17
orang panglima dan 120 orang prajurit, termasuk seorang Pangleot sebagai tangan
kanannya akhirnya dikabulkanoleh Gubernur Deykerhorf yang menggantikan Gubernur
Ban Teijn.[17]
Sebelum serangan ia lancarkan, ia terlebih dahulu memberitahu para
pejuang Aceh. Belanda yang tidak mengetahui strategi tersebut tetap
berkeyakinan bahwa Teuku Umar dapat mengamankan seluruh daerah Aceh. Karena
keyakinan tersebut bantuan senjata dan perlengkapan pun terus didatangkan untuk
mendukung 'perjuangan' Teuku Umar.
Kelak persenjataan dan perlengkapan hasil 'pemberian' Belanda itu justru
digunakannya untuk berbalik melawan Belanda. Pada 29 Maret 1896, ia pun kembali
berjuang untuk kepentingan bangsanya dengan membawa serta 800.000 dollar, 800
pucuk senjata, 25.000 butir peluru serta peralatan lain. Ia kembali menemui
teman-
11
teman
seperjuangannya seperti Panglima Polim, ulama di Tiro, Teuku Hasan, Teuku
Mahmud dan Teuku Cut Muhammad.
Atas kejadian itu, Pemerintah Belanda yang baru belakangan menyadari
telah ditipu mentah-mentah oleh Teuku Umar, segera mengerahkan kekuatan yang
besar di bawah komando panglima tentara Hindia Belanda, Jenderal van Heutsz
untuk menagkapnya dalam keadaan hidup atau mati.[18]
D. Gugurnya
Teuku Umar
Pada bulan Februari 1899 Jenderal Van Heutsz berada di Meulaboh dengan
tanpa pengawalan yang ketat sebagaimana biasanya. Keadaan ini diketahui oleh
Teuku Umar dari mata-matanya yang bertugas di sana. Untuk menangkap dan
mencegat Jenderal Belanda tersebut, Teuku Umar bersama sejumlah pasukannya
datang ke Meulaboh. Tetapi malang bagi Umar karena sebelum rencananya berhasil
dilaksanakan, gerak-gerik Umar justru telah diketahui oleh Belanda Setelah
mendengar laporan dari mata-matanya mengenai kedatangan Teuku Umar di Meulaboh,
Jenderal Van Heutsz segera menempatkan sejumlah pasukan yang cukup kuat
diperbatasan kota Meulaboh untuk mencegat Teuku Umar. Pada malam menjelang
tanggal 11 Februari 1899 Teuku Umar bersama pasukannya telah berada di
pinggiran kota Meulaboh. Pasukan Aceh terkejut ketika mengetahui pasukan Van
Heutsz telah mencegatnya. Posisi pasukannya sudah tidak menguntungkan dan tidak
mungkin lagi untuk mundur. Satu-satunya jalan untuk menyelamatkan pasukannya
adalah bertempur. Serangan secara mendadak ke daerah Meulaboh menyebabkan Teuku
Umar tertembak dan gugur dalam medan perang, yaitu di Kampung Mugo, pedalaman
Meulaboh pada tanggal 10 Februari 1899.[19]
Dalam pertempuran itu Teuku Umar gugur terkena peluru musuh yang menembus
12
dadanya.
Seorang tangan kanannya yang sangat setia bernama Pang Laot begitu melihat
Teuku Umar rebah terkena tembakan peluru Belanda segera melarikan jenazah Teuku
Umar agar tidak jatuh ke tangan musuh. Kemudian jenazahnya dimakamkan di Mesjid
Kampung Mugo di Hulu Sungai Meulaboh. Mendengar berita kematian suaminya ini,
Cut Nyak Dhien sangat bersedih, namun bukan berarti perjuangan telah berakhir.
Justru dengan gugurnya suaminya tersebut Cut Nyak Dhien bertekad untuk
meneruskan perjuangan rakyat Aceh melawan Belanda. Untuk itu ia kemudian
mengambil alih pimpinan perlawanan yang tadinya dipegang oleh suaminya.
E. Aktifitas
Keagamaan Teuku Umar
Menurut yang saya pelajari tentang seorang Teuku Umar ini, beliau tidak
mempunyai aktifitas agama seperti ulama-ulama terkemuka pada umunya. Akan
tetapi semangat beliau dalam melawan Belanda merupakan semangat perjuangan
Islam yang dilakukan beserta para ulama-ulama di wilayah Aceh pada waktu itu
untuk mengusir penjajahan Belanda (kafir) dari bumi Aceh. Hal ini menurut saya
adalah aktifitas sosial yang sangat kental dengan nilai-nilai agama karena
dilakukan semata-mata untuk mempertahankan Indonesia, khusunya wilayah Aceh
dari kaum Belanda (kafir).
Semangat Teuku Umar dalam melawan Belanda ditandai dengan perang
mempertahankan wilayahnya dari Belanda (kafir), merupakan semangat
mempertahankan agama Islam karena perang Aceh pada waktu itu tidak lain adalah semangat
perang sabil (perang fii sabilillah) dengan para ulama-ulama Aceh lainnya pada
masa itu.
13
F. Pemikiran
dan Karyanya
Sejak kecil, Teuku Umar sebenarnya memiliki pemikiran yang kerap sulit
dipahami oleh teman-temannya. Ketika beranjak dewasa pun pemikirannya juga masih
sulit dipahami. Sebagaimana telah diulas di atas bahwa taktik Teuku Umar yang
berpura-pura menjadi antek Belanda adalah sebagai bentuk “kerumitan” pemikiran
dalam dirinya. Beragam tafsir muncul dalam memahami pemikiran Teuku Umar
tentang taktik kepura-puraan tersebut. Meski demikian, yang pasti bahwa taktik
dan strategi tersebut dinilai sangat jitu dalam menghadapi gempuran kolonial
Belanda yang memiliki pasukan serta senjata sangat lengkap. Teuku Umar
memandang bahwa “cara yang negatif” boleh-boleh saja dilakukan asalkan untuk
mencapai “tujuan yang positif”. Jika dirunut pada konteks pemikiran
kontemporer, pemikiran seperti itu kedengarannya lebih dekat dengan komunisme
yang juga menghalalkan segala cara. Semangat perjuangan Teuku Umar dalam
menghadapi kolonialisme Belanda yang pada akhirnya mendorong pemikiran semacam
itu.[20]
Karya Teuku Umar dapat berupa keberhasilan dirinya dalam menghadapi
musuh. Sebagai contoh, pada tanggal 14 Juni 1886, Teuku Umar pernah menyerang
kapal Hok Centon, milik Belanda. Kapal tersebut berhasil dikuasai pasukan Teuku
Umar. Nahkoda kapalnya, Hans (asal Denmark) tewas dan kapal diserahkan kepada
Belanda dengan meminta tebusan sebesar 25.000 ringgit. Keberanian tersebut
sangat dikagumi oleh rakyat Aceh. Karya yang lain adalah berupa keberhasilan
Teuku Umar ketika mendapatkan banyak senjata sebagai hasil dari pengkhianatan
dirinya terhadap Belanda.[21]
G. Peninggalan
dari Teuku Umar
Atas pengabdian dan perjuangan serta semangat juang rela berkorban
melawan
14
penjajah
Belanda dan berdasarkan SK Presiden No. 087/TK/1973 tanggal 6 November 1973,
Teuku Umar dianugerahi gelar Pahlawan Nasional. Selain itu, nama Teuku Umar
juga diabadikan sebagai nama jalan di sejumlah daerah di tanah air, salah
satunya yang terkenal adalah terletak di Menteng, Jakarta Pusat. Tidak hanya
itu, namanya pun juga diabadikan sebagai
nama sebuah Universitas yaitu Universitas Teuku Umar serta diabadikan sebagai
nama sebuah lapangan di Meulaboh, Aceh Barat. Ada pula salah satu kapal perang
TNI AL yang dinamakan KRI Teuku Umar.[22]
Semangat melawan Belanda yang ditunjukkan oleh Teuku Umar pada masa itu
merupakan salah saatu peninggalan sejarah yang perlu kita teladani. Peran ulama
dan sikap fanatic pada agama, ikatan spiritual guru-santri, dan kehancuran
kehidupan karena perang yang berkepanjangan dan tidak jelas pihak yang akan
keluar sebagai pemenang, menyebabkan orang nekad memilih jalan jalan syahid
bagi penyelesaian penderitaan di dunia dan memilih imbalan surge di alam sana,[23]
dan hal ituah yang juga dilakukan oleh seorang Teuku Umar.
15
BAB III
KESIMPULAN
DAN SARAN
A. Kesimpulan
Teuku Umar merupakan salah seorang pahlawan nasional yang berasal dari
Aceh, tepatnya daerah Meulaboh. Ia merupakan putra dari Achmad Mahmud, beliau
ini merupakan keturunan dari Datuk Nachudum Sakti dari Minangkabau. Sejak kecil
Teuku Umar memiliki kepribadian yang sangat kuat, berani dan nakal. Akan tetapi
beliau merupakan bocah yang cerdas. Saat kecil ia sering berkelahi dan
bertengkar dengan teman-teman sebayanya. Dia tidak pernah takut dengan
siapapun, meskipun dia sering dikeroyok oleh kelompok-kelompok lain. Keberanian
dan kekuatan yang dimilikinya saat itu membuatnya diangkat sebagai kepala
kelompok anak-anak dikampungnya.
Saat masih kecil Teuku Umar tidak pernah mengenyam pendidikan formal
seperti para pemimpin-pemimpin lainnya. Dia sering berkelana atau merantau
keluar dari kampung halamnnya untuk berguru kepada siapapun yang dia anggap
cakap. Di samping memiliki bakat memimpin, dan mempunyai otak yang cerdas,
pengetahuan yang dimiliki ia peroleh dari petualangannya tersebut.
Sebagaimana telah diulas di atas bahwa taktik Teuku Umar yang
berpura-pura menjadi antek Belanda adalah sebagai bentuk “kerumitan” pemikiran
dalam dirinya. Beragam tafsir muncul dalam memahami pemikiran Teuku Umar
tentang taktik kepura-puraan tersebut. Meski demikian, yang pasti bahwa taktik
dan strategi tersebut dinilai sangat jitu dalam menghadapi gempuran kolonial
Belanda yang memiliki pasukan serta senjata sangat lengkap. Teuku Umar
memandang bahwa “cara yang negatif” boleh-boleh saja dilakukan asalkan untuk
mencapai “tujuan yang positif”.
16
Jika dirunut
pada konteks pemikiran kontemporer, pemikiran seperti itu kedengarannya lebih
dekat dengan komunisme yang juga menghalalkan segala cara. Semangat perjuangan
Teuku Umar dalam menghadapi kolonialisme Belanda yang pada akhirnya mendorong
pemikiran semacam itu.
Dalam perang Aceh ini, ulama menjadi tokoh kunci dalam menggerakkan perang
sabil. Maka wajarlah Snouck Hurgronjre memandang para ulama sebagai musuh utama
yang harus dibasmi oleh pasukan tempur Belanda, termasuk Hikayat Perang Sabil
buah tangan mereka yang terus memompa semangat perlawanan rakyat.
Dia seorang bangswan besar yang dihormati menurut caranya, dia bisa
setaraf dengan para gubernur-gubernur dan jenderal-jenderal (Belanda). Dia pula
yang begitu lekas perasa sebagai terkesan dari surat-menyuratnya dengan
Deijkerhoff, dikala dia dibuat malu. Dia sosok pribadi yang rumit.[24]
B. Saran
Tokoh-tokoh di Indonesia sebenarnya banyak yang harus kita pelajari
sejarah dan perjuangnnya untuk bangsa ini. Salah satu tokoh yang patut untuk
dipelajari dan bisa kita jadikan teladan adalah Teuku Umar ini. Beliau
merupakan salah seorang pahlawan nasional di daerah Aceh. Untuk itu kita
sebagai anak-anak bangsa calon penerus harus banyak mempelajari kisah-kisah
hidup dan perjalanan para tokoh-tokoh terdahulu untuk menumbuhkan jiwa
nasionalisme kita. Karena dengan mempelajari itu nantinya kita akan mengetahui apa
saja sih yang telah diberikan para tokoh-tokoh terdahulu untuk Negara Indonesia
dan akhirnya kita bisa mencontoh perjuangan beliau-beliau itu.
Dalam buku Aceh Sepanjang Abad karya H. Mohammad Said banyak diceritakan
peristiwa mengenai perang di Aceh. Salah satu tokoh yang terlibat dalam
perjalanan
17
perang Aceh
adalah Teuku Umar. Maka dari itu kita sebagai pelajar juga harus mempelajari
sejarah para tokoh yang berpengaruh di Indonesia dan salah satunya Teuku Umar
ini yang merupakan pahlawan Nasional. Semangat yang ditunjukkan oleh Teuku Umar
dan para ulama pada masa itu dalam memeranngi Belanda perlu kita teladani dan
kita warisi semangat tersebut. Bara semangat tersebut mudah-mudahan belum padam
dan dapat mengilhami rakyat Indonesia dan Aceh secara khusus dengan dorongan
spiritual kegamaan yang kuat pula.
Semoga apa yang penulis sampaikan dalam makalah ini bisa menambah wawasan
pembaca untuk lebih mengenal seorang tokoh pahlawan nasional dari Aceh yang
bernama Teuku Umar. Dalam menyampaikan makalah ini pastinya banyak kekurangan
dari penulis, untuk itu mohon koreksi dan masukan dari pembaca supaya
kedepannya bisa lebih baik.
18
DAFTAR
REFERENSI
·
Said, H. Mohammad. Aceh Sepanjang Abad, jilid II. 2007. Medan: Harian WASPADA
·
http://lib.ugm.ac.id/digitasi/upload/2577_pp110600018.pdf,
HIKAYAT PERANG SABI SATU BENTUK KARYA
SASTRA PERLAWANAN
19
[1] Dikutip dari Pidato Pengukuhan Jabatan Guru
Besar di FIB UGM 14 Februari 2008/HIKAYAT PERANG SABI SATU BENTUK KARYA SASTRA
PERLAWANAN/hal.6
[11] Dikutip dari tulisan Fuad A Saad di www.faceebook.com/SPII
098/ pada 11 Maret 2013 pukul
6:57
[12] Dikutip dari Pidato Pengukuhan Jabatan Guru
Besar di FIB UGM 14 Februari 2008/HIKAYAT PERANG SABI SATU BENTUK KARYA SASTRA
PERLAWANAN/hal.3
[13] Dikutip dari Pidato Pengukuhan Jabatan Guru
Besar di FIB UGM 14 Februari 2008/HIKAYAT PERANG SABI SATU BENTUK KARYA SASTRA
PERLAWANAN/hal.5
[17] http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/295-pahlawan/949-panglima-perang-aceh
[23] Dikutip dari Pidato Pengukuhan Jabatan Guru
Besar di FIB UGM 14 Februari 2008/HIKAYAT PERANG SABI SATU BENTUK KARYA SASTRA
PERLAWANAN/hal.16
Tidak ada komentar:
Posting Komentar